Back

USD/IDR Tumbang, Rupiah Menguat Tajam, Pasar Waspadai Data PMI S&P Global AS dan Manuver The Fed

  • Kurs Rupiah menguat ke Rp16.331/Dolar AS usai BI memangkas suku bunga acuan.
  • Indeks Dolar AS melemah, ditekan kekhawatiran fiskal dan ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed.
  • Pasar menunggu data PMI S&P Global dan sejumlah data AS lainnya sebagai pendorong pergerakan lebih lanjut.

Pada perdagangan hari Kamis, menjelang sesi Eropa, nilai tukar Rupiah Indonesia (IDR) menguat ke 16.331 per Dolar AS (USD) pada saat berita ini ditulis. Kemarin (Rabu, 20 Mei), Rupiah melibas dua level psikologis utama 16.400 dan 16.300 dalam satu sesi perdagangan usai penurunan suku bunga BI. Pasangan mata uang USD/IDR mencatatkan terendah hari Rabu di 16.274 dan ditutup sedikit di atas level psikologis 16.300. Pagi tadi, pasangan mata uang ini memantul dari level psikologis yang disebutkan, sempat mencatatkan tertinggi di 16.412 dalam perdagangan harian.

Di sisi lain, tekanan terhadap Dolar AS terus berlanjut, dengan Indeks Dolar AS (DXY) melemah tiada henti dalam empat hari perdagangan berturut-turut. Indeks tersebut kini tercatat di 99,48, mendekati level terendah awal Mei, di sekitar 99,20-an. Pelemahan Greenback dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran fiskal di AS akibat RUU "One Big Beautiful" yang diusulkan Presiden Trump, penurunan peringkat kredit AS oleh Moody’s, serta spekulasi pemangkasan suku bunga The Fed di paruh kedua tahun ini.

Langkah Bank Indonesia Dinilai Taktis dan Terukur

Bank Indonesia menunjukkan respons cepat atas perlambatan ekonomi. Setelah pertumbuhan Kuartal 1 hanya mencapai 4,87% YoY, Bank Indonesia (BI) merevisi turun target 2025 ke 4,6-5,4% dan menurunkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin ke level 5,50% selama pertemuan pada bulan Mei 2025. BI juga menurunkan suku bunga Deposit Facility Rate ke level 4,75% dan Lending Facility Rate ke level 6,25%. Pertumbuhan kredit juga direvisi turun ke 8-11% YoY, dari sebelumnya 11-13%, akibat melemahnya permintaan dan likuiditas.

Guna mendorong penyaluran kredit, BI akan melonggarkan ketentuan makroprudensial mulai 1 Juni 2025. Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN) dinaikkan menjadi maksimal 35% dari modal, dari sebelumnya 30%. Sementara itu, Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) juga diturunkan – Bank konvensional: dari 5% menjadi 4% – Bank syariah dan UUS: dari 3,5% menjadi 2,5%.

Ekonom LPPI, Ryan Kiryanto, menyebut langkah BI sebagai kebijakan yang taktis, antisipatif, dan terukur, dengan landasan inflasi yang terjaga, nilai tukar yang stabil, serta kebutuhan mendukung pertumbuhan. Ia menekankan pentingnya konsistensi BI dalam menjaga keseimbangan antara inflasi dan stabilitas Rupiah, seperti yang dikutip dari Kompas.

Menurut jajak pendapat Reuters, Rupiah diproyeksikan diperdagangkan pada 16.500 per Dolar AS pada akhir kuartal ketiga, sekitar 2,5% lebih lemah daripada awal tahun 2025.

Di sisi eksternal, Gubernur BI, Perry Warjiyo, memprakirakan The Fed akan memangkas suku bunga dua kali pada September dan Desember 2025, membuka peluang masuknya aliran modal ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

NPI Tetap Terkendali, Cadangan Devisa Kuat

Sementara itu, data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) terbaru menunjukkan ketahanan sektor eksternal tetap kuat. Defisit transaksi berjalan menyempit menjadi USD0,2 miliar (0,1% PDB), didorong surplus perdagangan non-migas dan turunnya impor bahan baku. Transaksi modal dan finansial juga mencatat defisit ringan USD 0,3 miliar, namun arus investasi langsung dan portofolio tetap positif. Secara keseluruhan, NPI mencatat defisit USD 0,8 miliar, dengan cadangan devisa tetap kuat di USD 157,1 miliar, atau setara 6,5 bulan impor – jauh di atas standar internasional. Bank Indonesia optimistis kondisi ini akan berlanjut, dengan defisit transaksi berjalan tetap dalam batas aman dan arus modal asing yang berlanjut.

Data Ekonomi AS Jadi Penentu Arah Pasar Malam Ini

Malam ini (waktu Indonesia), para pelaku pasar akan mencermati rilis data PMI S&P Global pendahuluan untuk bulan Mei 2025 (13:45 GMT/20:45 WIB), yang diprakirakan menunjukkan pertumbuhan aktivitas bisnis AS tetap stabil. Fokus investor tak hanya pada angka utama, tetapi juga pada sinyal dari sektor swasta: apakah perusahaan memilih ekspansi kapasitas atau justru menahan diri karena tekanan dari kebijakan tarif AS yang membuat biaya impor– termasuk dari negara berkembang seperti Indonesia – menjadi lebih mahal.

Investor juga akan menyimak data Klaim Tunjangan Pengangguran (12:30 GMT/19:30 WIB) dan Penjualan Rumah Lama (Existing Home Sales) (14:00 GMT/21:00 WIB), dua indikator penting pasar tenaga kerja dan konsumsi

Hasil rilis data ini berpotensi memicu pergerakan tajam pada Dolar AS dan berdampak langsung pada Rupiah. Jika data mengindikasikan bahwa ekonomi AS masih kuat, USD bisa naik lagi dan membatasi penguatan Rupiah. Namun jika sebaliknya, sentimen risiko dapat menguat, membuka ruang tambahan bagi penguatan Rupiah, yang kini mendapat sokongan dari pelonggaran moneter BI dan arus modal masuk.

Indikator Ekonomi

PMI Manufaktur S&P Global

Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur S&P Global, yang dirilis setiap bulan, merupakan indikator utama yang mengukur aktivitas bisnis di sektor manufaktur AS. Data tersebut diperoleh dari survei terhadap eksekutif senior di perusahaan swasta dari sektor manufaktur. Respons survei mencerminkan perubahan, jika ada, pada bulan ini dibandingkan bulan sebelumnya dan dapat mengantisipasi perubahan tren dalam rangkaian data resmi seperti Produk Domestik Bruto (PDB), produksi industri, lapangan kerja, dan inflasi. Angka di atas 50 menunjukkan bahwa ekonomi manufaktur secara umum berkembang, yang merupakan tanda bullish bagi Dolar AS (USD). Sementara itu, angka di bawah 50 menandakan bahwa aktivitas di sektor manufaktur secara umum menurun, yang dipandang sebagai bearish bagi USD.

Baca lebih lanjut

Rilis berikutnya Kam Mei 22, 2025 13.45 (Pendahuluan)

Frekuensi: Bulanan

Konsensus: 50.1

Sebelumnya: 50.2

Sumber: S&P Global



USD/CHF Melanjutkan Penurunan Mendekati 0,8250, Data PMI AS Menjadi Fokus

Pasangan mata uang USD/CHF melanjutkan penurunannya ke sekitar 0,8250 selama awal sesi Eropa pada hari Kamis. Greenback melemah terhadap Franc Swiss (CHF) karena kekhawatiran fiskal AS. Para pedagang akan mengambil lebih banyak isyarat dari Indeks Manajer Pembelian (PMI) S&P AS yang lebih awal untuk bulan Mei
Read more Previous

PMI Gabungan HCOB Perancis Mei sesuai Prakiraan 48

PMI Gabungan HCOB Perancis Mei sesuai Prakiraan 48
Read more Next