Back

Harga Batu Bara Naik Tipis, Tapi Prospek Pemulihan Industri di AS Dinilai Tidak Realistis

  • Harga kontrak berjangka ICE Newcastle Coal Mei 2025 naik ke USD 99,60 per ton, namun masih turun lebih dari 20% sejak awal tahun.
  • Trump dorong kebijakan reaktivasi pembangkit batu bara, tapi studi IEEFA nilai langkah ini tidak layak secara teknis dan ekonomi.
  • EIA proyeksikan lonjakan konsumsi listrik AS hingga 2026, dengan energi terbarukan makin dominan dalam bauran listrik nasional.

Kontrak berjangka ICE Newcastle Coal untuk pengiriman Mei 2025 (LQK25) menguat dalam perdagangan 10 April 2025, ditutup di level USD 99,60 per ton, naik +1,10 poin dari posisi sehari sebelumnya di USD 98,50. Meski demikian, harga batubara Newcastle masih terkoreksi, turun ke USD 96,25 dan melemah lebih dari 20% sejak awal tahun.

Pada hari Selasa lalu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menerbitkan sejumlah perintah eksekutif yang bertujuan menghidupkan kembali sektor batubara nasional. Salah satu kebijakan utama yang diambil adalah memperpanjang masa operasional pembangkit listrik tenaga batubara yang sebelumnya dijadwalkan tutup.

Namun, kajian dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) menunjukkan bahwa rencana tersebut tidak layak secara teknis maupun ekonomi. Dari 102 unit pembangkit yang telah ditutup sejak 2021, mayoritas sudah berusia tua—dengan rata-rata umur mencapai 56 tahun—dan banyak yang telah dihancurkan atau dialihfungsikan. Setidaknya 24 unit telah dibongkar, sementara 14 unit lainnya diubah untuk menggunakan gas atau minyak.

Think Tank Global juga menyoroti bahwa sebagian besar pembangkit batu bara yang masih aktif kini hanya beroperasi sekitar 40% dari kapasitas maksimalnya. Kontribusinya terhadap pasokan listrik nasional kini berada di bawah 20%, merosot tajam dari 50% pada tahun 2000. Di sisi lain, banyak utilitas beralih ke energi alternatif seperti surya, angin, dan baterai yang dinilai lebih murah dan efisien dalam menghadapi lonjakan permintaan listrik.

Mengutip laporan lembaga tersebut, menggelontorkan dana publik untuk menghidupkan kembali pembangkit batu bara yang sudah uzur dan tidak andal dinilai sebagai langkah yang tidak rasional.

Sementara itu, Badan Informasi Energi AS (EIA) memproyeksikan lonjakan permintaan listrik ke rekor tertinggi dalam dua tahun ke depan, seiring berkembangnya pusat data berbasis AI, kripto, serta meningkatnya penggunaan listrik di sektor rumah tangga dan transportasi. Total konsumsi diprakirakan mencapai 4.179 miliar kWh pada 2025 dan 4.239 miliar kWh pada 2026, naik dari 4.082 miliar kWh tahun ini.

Seiring tren tersebut, pangsa pembangkit berbasis energi terbarukan diprakirakan meningkat dari 23% pada 2024 menjadi 27% pada 2026. Sementara pembangkit gas alam dan batu bara diprediksi terus menyusut, mencerminkan pergeseran menuju bauran energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Kemungkinan Amerika Serikat kembali mengandalkan batu bara dinilai sangat kecil, mengingat kondisi infrastruktur energi saat ini, kemajuan teknologi, serta arah tren global, menurut para pakar energi yang dikutip oleh ABC News.
 

Tiongkok: Apa yang Diperlukan untuk Mencapai Target Pertumbuhan? – Standard Chartered

Tingkat tarif AS saat ini akan menarik pertumbuhan PDB Tiongkok lebih rendah sekitar 1,8 poin persentase. Setiap peningkatan tarif lebih lanjut kemungkinan akan memiliki dampak kecil terhadap pertumbuhan Tiongkok. Dukungan fiskal tambahan sebesar 1,5-2,0 triliun CNY diperlukan, didukung oleh kebijakan moneter yang agak longgar, lapor ekonom Standard Chartered.
Read more Previous

USD: Beta Tinggi Baru di Kota – ING

Minggu yang kacau bagi pasar berakhir dengan kerugian besar bagi dolar. Skor Valas berbicara banyak; di G10, hanya krone Norwegia yang tidak likuid yang datar terhadap dolar sejak Jumat lalu
Read more Next